Di ujung Desember engkau tersenyum, seperti tangis yang tertahan, seperti sedih yang membuncah. Dan akupun tersungkur dalam ingatan atas semua yang pernah hadir dalam hidupku. Atas kamu yang mencintaiku, atas luka yang kita bagi bersama, atas tawa di siang hari, atas tangis di tengah malam, atas aku yang bercerita tentang semua yang menghubungkan kita. Dari semuanya, ternyata engkau masih bertanya dimanakah cinta. Lihatlah aku, resapi aku. Dan semuanya terdengar seperti kata “sedih”, “bingung” terkadang disisipi kata “bahagia”, terkadang dihampiri kata “penyesalan”.
Semua lalu mulai tertawa. Supir – supir angkutan, pengemis di jalanan, bapak – bapak pulang kerja, ibu – ibu arisan, lampu merah, jalan raya, bunga- bunga, seekor anjing, dua ekor ikan, tiga tangkai mawar, semua tertawa. Bapak – bapak dan ikan pada suara satu, supir angkutan dan tiga tangkai mawar pada suara dua, pengemis dan bunga – bunga pada suara tiga. Yang lainnya tertawa dengan masing – masing caranya. Seperti merdu tapi kacau, seperti indah tapi menusuk hati.
Aku hanya diam tidak bicara. Aku setuju tapi ingin pergi saja. Aku takut, aku gelisah, aku sedih, aku marah. Tapi aku masih cinta kamu.
No comments:
Post a Comment